Tulisan ini dibuat sebagai bahan renungan saja. Tidak ada maksud untuk mengkritisi atau melakukan apapun...
Pondok Pesantren Daar el-Qolam mengedepankan Motto Pondok dan Panca Jiwa Pondok sebagai landasan utama berdirinya pondok. Keikhlashan, Kesederhanaan, Berdikari, Ukhuwwah Islamiyyah, dan Kebebasan adalah butir-butir Panca Jiwa Pondok. Berbudi Luhur, Berbadan Sehat, Berpengetahuan Luas, dan Berpikir Bebas merupakan butir-butir Motto Pondok.. Hal-hal tersebut merupakan cita-cita yang sangat amat luhur yang diinginkan oleh pendiri pesantren dan para penerusnya. Jiwa seorang santri memang harus dilandasi dengan jiwa-jiwa yang dicantumkan di dalam Panca Jiwa Pondok. Keadaan seorang santri pun harus ditopang oleh apa yang dituliskan di dalam Motto Pondok, demi tercapainya tujuan luhur tersebut.
Pernah saya berpikir, bahwa kenapa di dalam Panca Jiwa Pondok tidak terdapat kata "Kejujuran", padahal saya yakin, kalau ada, pasti item tersebut akan diletakkan pada urutan yang signifikan. Ternyata, memang, ilmu saya masih belum banyak, dan saya harus terus belajar... Ilmu saya nggak sebanding dengan para pendiri Pesantren. Kenapa kejujuran tidak ditampilkan dalam Panca Jiwa Pondok? Jujur saja, keikhlashan sudah mencakup semuanya!! Saat kita ikhlash melakukan sesuatu, maka kita akan cenderung bersikap jujur, karena tidak dilandasi dengan hawa nafsu serakah kita.... Kita nggak bakalan korupsi, artinya kita akan terus jujur, sebab kita melandasi pekerjaan kita dengan keikhlashan. Ya, jadi saya bisa menyimpulkan sendiri bahwa memang keikhlashan memang mencakup di dalamnya kejujuran yang selama ini kita kehilangan dirinya...
Lalu, saya juga berpikir, ehm, bahwa kenapa urutan Panca Jiwa Pondok seperti itu?
- Keikhlashan
- Kesederhanaan
- Berdikari (Mandiri, Menolong diri sendiri)
- Ukhuwah Islamiyyah
- Kebebasan.
Ternyata, di dalamnya ada pesan moral yang sangat amat luhur....Kelima urutan tersebut adalah sebuah
teori relativitas dalam pendidikan islam! Dan, Panca Jiwa Pondok itu disusun berdasarkan prioritasnya. Keikhlasan adalah sebuah taraf yang sangat susah untuk diraih, apalagi dalam masa-masa materialistis saat ini. dan Kebebasan itu adalah taraf yang paling mudah untuk dicapai, khususnya dalam sebuah pengembaraan pikiran (
Ghazw al-Fikr).
Kebebasan (saya menggunakan istilah
independence, bukan
freedom karena
freedom lebih umum) harus diperoleh terlebih dahulu sebelum memperoleh empat derajat lainnya.
Independence adalah sebuah kemerdekaan diri, dari sesuatu yang bersifat membebani orang lain dan tentunya membebani diri sendiri. Bebas berfikir, bebas bertindak, dan bebas segala-galanya tapi sesuai dengan koridor pemikiran Islam.
Inna al-fataa man yaquulu Haa ana dza! Wa laisa al-Fataa man yaquulu kaana Abii...Setelah memperoleh kebebasan dan kemerdekaan, saatnya kita harus menjalin hubungan dengan entitas/individu lainnya yang hidup berseberangan dengan kita: keluarga, tetangga, sahabat, kawan/teman, dan muslim,
Ahl al-Kitaab, dan akhirnya semua manusia yang hidup berseberangan dengan kita. Kita adalah manusia, dan manusia adalah makhluk sosial. Karena makhluk sosial, kita tidak dapat hidup sendiri. Kita memang sudah bebas dari orang lain, tapi kita masih membutuhkan mereka, karena
kesempurnaan kita terletak pada ketidaksempurnaan kita.
Inna Allaha fii `Auni al-`Abdi, maa daama al-`Abdu fii `Auni Akhiihi.
Selanjutnya, ketika sebuah bantuan tidak dapat diperoleh dari para kerabat atau orang-orang yang terdapat di dalam lingkungan kita, maka kita harus berdikari dan bersifat mandiri. Berdikari di sini adalah harus menolong diri sendiri, di kala tidak ada bantuan dari orang lain. Janganlah kita, mentang-mentang sudah merasakan kebebasan, melewati ukhuwah al-islamiyah dan langsung menginjak ke taraf ini, karena itu adalah ciri kesombongan kita dan
Tuhan sangat benci orang-orang sombong!
Karena sudah tidak memperoleh bantuan, dan sudah tidak bisa bersikap mandiri, karena memang tidak punya kekuatan untuk melakukannya (
kekuatan hanyalah datang dari Tuhan), maka kita harus menyederhanakan diri:
Sederhana dalam berpikir,
sederhana dalam bertindak (karena memang tindakan adalah pikiran yang diaktualisasikan), dan sederhana dalam segalanya. Sulit sekali menterjemahkan kesederhanaan (
simplicity) ini menjadi sesuatu yang nyata, apalagi ketika kita masih muda, dan mudah sekali dipengaruhi oleh kondisi mental, egoisme, dan idealisme kita yang masih labil (plin-plan, serta "This is ME!!!").
Apalagi, untuk memperoleh derajat yang lebih tinggi lagi:
keikhlashan. Saat belajar Matematika, saya jadi berpikir mengapa setiap bilangan yang dibagi dengan angka 0 (nol) hasilnya adalah sebuah
infinity (ketidakhinggaan bilangan), sementara setiap bilangan yang dibagi dengan angka yang sama hasilnya adalah bilangan 1. Ternyata di situ adalah filosofi keikhlashan, karena memang pencipta bilangan 0 adalah seorang Muslim,
al-khawarizm.
Saat kita memberi sesuatu dengan mengharapkan imbalan yang sama (atau bahkan lebih), maka hasilnya sesuatu yang itu juga atau bahkan kehampaan. Sebagai contoh: bilangan 20 dibagi 20 adalah 1. Bilangan 20 dibagi 40 adalah 0.5, dan bilangan 20 dibagi 100 adalah bilangan 0.2, dan akhirnya mencapai nilai 0 koma sekian-sekian-sekian sebelum mencapai bilangan tertinggi:
nol mutlak (yakni
kematian). Bandingkan dengan bilangan 0 (nol). Ketika kita memberikan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan, tapi didasari dengan keridha-an Tuhan, maka hasilnya adalah infinity! Semakin kita berharap lebih terhadap sesuatu, maka kemungkinan untuk mendapatkan barang yang sama adalah semakin kecil. Karenanya, kita harus bersikap sederhana dan ikhlash (meskipun sangat susah untuk dilakukan). Itulah sebabnya Tuhan menyuruh kita agar memberikan sesuatu yang lebih baik daripada yang kita berikan (atau paling tidak, yang setara dengannya):
Wa Idzaa Huyyiitum Bi Tahiyyatin, Fa Hayyuu Bi Ahsana Minhaa Aw Rudduuhaa. Karena barakah
itu datangnya dari Tuhan, dan barakah Tuhan itu tidak ada bandingannya.
Itulah nilai-nilai filosofis dari Panca Jiwa Pondok--setidaknya menurut aku. Guru saya pernah bilang seperti ini kepada saya:
keikhlashan adalah Panca Jiwa Pondok yang sangat berat ditanggung, dan rugi jika memang kita selama hidup tidak melakukannya.
Oke, mungkin hari ini cukup sekian dulu. Ada komentar? saya tunggu!!!