Posting ini saya buat untuk memberikan selamat kepada para alumni Daar el-Qolam Angkatan 33 (RISE) yang baru saja dilepas oleh para Pengasuh Pesantren, 3 Mei 2008... Foto menyusul....
Sebenarnya, saya sih maunya memasukkan hal ini ke dalam tulisan review, ketimbang blog. Akan tetapi, kali itu terbersit di pikiran saya, terinspirasi dari khuthbah al-wadaa Pengasuh Pesantren dan ucapan terima kasih dari para santri kelas 6, serta pengalaman saya terdahulu menjadi alumni Daar el-Qolam, sepertinya saya harus menuliskannya di dalam Blog.....
SELAMAT,
buat Shally Fandhu Vemilianda
dan kawan-kawan!!!!
buat Shally Fandhu Vemilianda
dan kawan-kawan!!!!
Belajar itu seperti naik kereta. Naik kereta, kita harus memilih jurusan... Naik kereta, kita harus memulai dari stasiun... Naik kereta, memang tidak enak, karena banyak guncangan yang sangat ekstrem, membuat kita tidak nyaman di dalam mengendarai kereta... Kita juga harus turun dari stasiun... Bisa saja kita turun dari kereta langsung, tanpa melalui stasiun, tapi apakah itu jalan keselamatan??? Saat kita telah sampai di stasiun tujuan kita, maka kita harus turun... Akan tetapi, apakah stasiun tersebut tujuan kita??? Apakah stasiun rumah kita untuk kembali??? Sah-sah saja kalau memang kita tinggal di stasiun, tapi di sana banyak sekali ketidaknyamanan... Sebuah rumah harus bisa memberikan ketentraman dan kenyamanan, bukan ketidaknyamanan dan kegelisahan.....
Lalu, apa hubungannya dengan saat kita belajar? Saat kita belajar di Pondok Pesantren Daar el-Qolam, kita memiliki stasiun awal, yakni saat kita masuk, dan tujuan kita adalah mencapai stasiun yang ada di nun jauh di sana... Belajar di Daar el-Qolam, sangatlah tidak nyaman (jauh dari orang tua, jauh dari kerabat), sehingga banyak teman kita yang akhirnya tidak menikmati perjalanan tersebut mabuk perjalanan dan muntah di jalan dan akhirnya keluar dari kereta, sebelum kereta tersebut mencapai stasiun. Hanya saja, belajar di manapun juga akan begitu adanya... Seiring dengan waktu, dan kita pun menikmati perjalanan kita, dan seiring dengan semakin dekatnya lokomotif yang kita naiki ke stasiun tujuan kita, tibalah saatnya orang tua kita menunggu kita di rumah. Tersenyum... Terharu... Bahkan ada juga yang menangis, akibat jarang bertemu...
Sebelum turun ke stasiun, Bapak Penjaga Stasiun menanyakan kepada kita "Mana karcis yang digunakan untuk menaiki kereta???" Karcis di sini bukanlah bukti pendaftaran saat masuk di sini... Akan tetapi perasaan "kekosongan ilmu" yang dimiliki oleh kita. Saat kita jawab dan ternyata ada, berarti karcis itu diambilnya dan diberi stempel bahwa kita telah lolos validasi. Stempel validasi tersebut, dalam belajar merupakan ijazah yang merupakan sebuah simbol bahwa "perjalanan kita dari stasiun A hingga stasiun F telah selesai..." Stasiun A, stasiun B, stasiun C, stasiun D, stasiun E, stasiun F telah kita lewati dengan tegar, meski kita melihat banyak juga teman-teman kita merasa tidak nyaman mengendarai kereta tersebut memutuskan untuk keluar dari kereta. Ketegaran kita, merupakan simbol bahwa kita memang layak sampai ke stasiun F!!!
Sebenarnya ngomong apa sih si Willy ini??? Ingat, ijazah yang diperoleh kita di Daar el-Qolam sebenarnya merupakan ijazah SeMU saja. Kok, bukan ijazah SMU? Ijazah Sekolah hanyalah wujud simbolis saja, bahwa kita "dipaksa" keluar sekolah oleh para penjaga stasiun, akibat karcis kita tidak valid lagi. Meski kita masih memiliki karcis kekosongan ilmu, tetap saja sang penjaga stasiun memaksa kita untuk menurunkan kita. Jadi ijazah dan validasi tersebut adalah semu adanya, karena hanya ditunjukkan pada penjaga stasiun. Ijazah sebenarnya adalah saat kita hadir di depan orang tua kita, di rumah kita... dengan sumringah dan bangga setelah merantau menuntut ilmu dan idealisme....... Tanpa penyesalan... Tanpa kegundahan... dan menatap masa depan yang lebih cerah...
Willy Saefurrahman
2 comments:
Yup...bener juga pendapat kamu will, tapi siapa tuh SHALLY FANDHU VEMILIANDA?
kayanya aku ga kenal..., angkatan 33 yach...?? kok kamu bisa kenal? jadi curiga nich..he..he...(bercanda)
saya salut betul dengan ustadz... betul apa yang ustadz tulis, bahwa q-ta dalam menuntut ilmu memang seperti orang yang sedang naik kereta tuk mencapai satu tujuan, banyak guncangan, bahkan sesekali kita pun merasa muak dan ingin muntah melihat kondisi yang ada didalam kereta itu. sekali lagi saya salut dan bangga dengan ustadz, terus berkarya dan sukses selalu.
Post a Comment